Bagaimana Cara Bermuhasabah
Oleh: Ustad. Anwar Anshori Mahdum
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan tentang cara-cara bermuhasabah. Beliau katakan sebagai berikut:
2. Menghisab diri dari amalan-amalan yang di larang Allah, jika ada amalan terlarang yang pernah di kerjakan, maka segera bertaubat, perbanyak istighfar, perbanyak amalan-
amalan kebaikan karena ia akan menghapus kejelekan.
3. Menghisab diri atas tingkah laku gerakan anggota badan, ucapan lisan, langkah kaki, sentuhan dan pukulan, kenapa dan karena siapa serta bagaimana semua itu di kerjakan?. Tiga komponen di atas menjadi prioritas utama saat kita memulai mengoreksi diri. Dan itu merupakan pangkal semua kebaikan.
Macam-macam Muhasabah
Ibnul Qayyim mengatakan bahwa muhasabah (intropeksi) ada dua macam. Pertama Muhasabatun Nafs sebelum berbuat dan kedua; Muhasabatun Nafs sesudah berbuat.
1. Muhasabatun Nafs sebelum berbuat (beramal).Ialah sikap seorang hamba ketika akan melakukan sesuatu, dia tidak bergegas melakukannya sehingga menjadi jelas baginya, bahwa yang dilakukannya adalah lebih tepat atau lebih baik ketimbang meninggalkannya. Ada empat tahapan perenungan
dalam mengintropeksi diri sebelum berbuat:
a. Apakah perbuatan yang akan di lakukan dapat di kuasainya
atau tidak.
b. Apakah melakukannya lebih baik dari pada meninggalkannya.
c. Apakah dia melakukannya karena Allah atau bukan.
d. Apakah sarana yang dapat membantunya untuk merealisasikannya.
Muhasabah jenis pertama ini dimulai dari tahapan pemikiran,
kehendak dan tekad. Jenis muhasabah ini sangat penting untuk
menempatkan amal perbuatan agar menjadi ikhlas.
2. Muhasabatun Nafs setelah berbuat.
Jenis ini terdapat tiga macam, yaitu:
a. Intropeksi atas ketaatan yang tidak memenuhi hak Allah SWT dan tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Seperti: mengerjakan sholat tanpa kekhusuan, mencemari puasa dengan prilaku maksiat dan lain-lain.
b. Intropeksi atas perbuatan yang meninggalkannya adalah lebih baik dari pada mengerjakannya, hal ini biasanya berkenaan dengan perbuatan durhaka atau menyibukkan diri dengan hal-hal yang tidak di utamakan sehingga meninggalkan hal yang lebih utama.
c. Intriopeksi atas semua perbuatan yang mubah (boleh) dan perbuatan yang merupakan kebiasaan, mengapa sampai dikerjakan. Apakah karena Allah dan untuk kepentingan akhirat?. Jika demikian, maka beruntunglah dia. Akan tetapi jika hanya kerena dunia semata dan kepentingan sesaat, maka merugilah ia.
0 komentar:
Posting Komentar