ORANG SERAKAH TAK PERNAH PUAS
Oleh: Ustad. Anwar Anshori Mahdum
“Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (kepada mereka dikatakan); “Kamu atelah menghabiskan rizkimu yang baik dalam kehidupan duniamu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya, maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak
dan karena kamu telah fasik” (Qs.al-Ahqaf [46]: 20)
Sahabat… siapapun pasti mengerti, bahwa didunia ini kita harus berusaha mencari kebahagiaan. Namun keberhasilan dalam memperolehnya tidak berarti kita harus mengorbankan kebenaran yang kita anut, bahkan menghalalkan segala cara. Dan manusia tidak boleh melanggar tapal batas moralitas dan taqwa demi meraih keuntungan material. Biasanya, kecenderungan material timbul dari keserakahan yang tak terkendali. Orang serakah memang tak pernah puas dengan harta dunia, persis seperti api membakar semua bahan bakar yang diberikan. Ketahuilah, bila keserakahan telah menguasai diri kita, ia akan mengubah kehidupan sosial kita menjadi medan pertengkaran dan perpecahan sebagai ganti dari keadilan, keamanan dan kedamaian. Secara alami dalam mesyarakat semacam itu keseluruhan moral dan ruhani tidak mendapat kesempatan.
Sebuah realitas yang memprihatinkan, kebanyakan kita telah menjadi hamba perut yang hidupnya seakan hanya untuk makan dan mencari kesenangan dengan mengabaikan tuntunan Ilahi. Ketahuilah, perut adalah sumber peyakit dan malapetaka, sumber keinginan dan syahwat yang kemudian diikuti oleh syahwat seksual. Syahwat perut dan kemaluan adalah penyebab timbulnya cinta akan kedudukan dan harta. Bahkan syahwat perut menjadi sebab dikeluarkannya Nabi Adam dan Hawa dari kampung yang kekal (surga) ke kampung yang fana (dunia). Orang yang cenderung menjadi hamba perutnya identik dengan kekikiran (bakhil). Hartanya tidak boleh susut sedikitpun, serba menghitung dan menjumlah miliknya. Setiap saat ia memeluk hartanya melebihi pelukannya terhadap istrinya. Kalau ia bepergian hartanya berada didalam kepalanya, kalau ia tidur hartanya ibarat bantal gulingnya. Apabila orang bertamu kerumahnya keningnya berkerut, khawatir kalai yang datang meminta sodaqoh kepadanya. Ia lebih suka berdiam diri dirumah dan jarang bergaul dengan masyarakatnya. Karena takut kebersamaannya akan mengeluarkan hartanya untuk macam-macam keperluan masyarakat. Ia suka kepada kemewahan dan suka juga pada kebakhilan. Itulah manusia yang menjadi hamba perutnya.
Itulah keserakahan yang tak pernah memberi kepuasan. Bermewah-mewah adalah sesuatu yang sangat disukai oleh hawa nafsu. Kemewahan, apabila telah melampaui batas akan menimbulkan pemborosan. Pemborosan adalah cikal bakal kemiskinan dan kemelaratan. Sedangkan kemelaratan adalah bibit kekufuran. Bahkan kemaksiatan dilahirkan dari induk yang bernama kemewahan. Orang dapat membeli apa saja dengan uang bahkan dapat membeli kemaksiatan dalam bentuk apapun. Sedikit sekali oang yang mau membeli kebaikan, kearifan dan keadilan melalui kemewahan. Islam menentang hidup yang berlebihan sampai melampaui batas. Sebab malapetaka yang timbul akibat keserakahan, keangkara murkaan dan rayuan harta yang melemahkan tidak saja menimpa dunia, tetapi diakhirat akan tetap mengancam. Bukalah lembaran al-Qur’an yang mulia, didalamnya ada sekelumit kisah tentang suatu ummat yang pernah tenggelam dalam keserakahan dan kesenangan dan kekafiran. Oleh Allah kaum yang seperti ini kemudian dihinakan dengan azab yang sangat pedih.
Kenapa banyak manusia serakah ?, keserakahan timbul akibat rasa takut kehilangan sesuatu yang di milikinya dan kecintaan terhadap dunia yang berlebihan. Imam Baqir pernah menasehati; “Perumpamaan orang serakah di dunia adalah ibarat ular sutra. Makin banyak sutra yang dijalinnya sekeliling dirinya, makin kecil kesempatannya untuk bertahan hidup hingga akhirnya ia lemas sendiri. Sahabat bermohonlah selalu kepada Allah, Dialah tempat kita berlindung dan memohon ampunan dari kejahatan diri dan buruknya perbuatan kita. Ketahuilah, bagi setiap orang yang berakal pasti memahami bahwa kehidupan yang meterialistis tidak pernah menghadirkan kecukupan dalam pencariannya tentang dunia. Sebab meneguk harta dunia ibarat meminim air asin, semakin banyak menelannya semakin haus kita dibuatnya.
Ya Allah, Rabb pemberi segala kemuliaan. Hadirkanlah dalam hati kami sifat menerima segala apapun yang Engkau berikan. Tetapkanlah jiwa kami untuk selalu bersyukur atas apa yang Engkau karuniakan. Janganlah Engkau biarkan hati kami selalu condong kepada keduniaan.
0 komentar:
Posting Komentar